Ma’ruf Amin, Ahoker dan Pilpres 2019

Terpilihnya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia(MUI) sebagai pendamping Jokowi di kontestasi Pemilihan Presiden(Pilpres) 2019 mendatang membuat banyak pihak kaget. Bagaimana tidak, Jokowi yang sebelumnya digadang-gadang memilih Mafud MD, ternyata pada akhirnya memutuskan menggandeng Ma’ruf Amin, ketua MUI untuk mendampinginya bersaing di Pilpres 2019.

Pemilihan Kiai Ma’ruf Amin bukan hanya mengagetkan kubu lawan, tetapi ini juga mengagetkan kubu Jokowi sendiri. Hal ini dikarenakan tentang permasalahan yang menerpa mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok.

Ahok saat ini tengah menjalani hukuman penjara lantaran diputuskan bersalah dalam kasus penondaan agama. Putusan ini sendiri tidak terlepas dari Ma’ruf Amin, orang yang akan mendampingi Jokwowi di 2019 mendatang, sedangkan seperti yang banyak diketahui – pemilih Ahok sudah pasti pro Jokowi, tetapi pemilihan Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi menimbulkan permasalahan baru bagi kubu Jokowi.

Ahoker(sebutan pendukung Ahok) meskipun tidak semuanya, menyayangkan pilihan Jokowi dalam memilih pasangan di Pilpres 2019 nanti. Ini dikarenakan Ma’ruf Amin dianggap oleh Ahoker sebagai salah satu aktor penting sehingga membuat Ahok terjeblos di penjara.

Ma’ruf Amin, Ahoker dan Pilpres 2019

Meskipun sudah setahun lebih berlalu, terjeblosnya Ahok ke penjara masih menjadi hal yang belum bisa diterima oleh banyak Ahoker. Banyak Ahoker yang mempertanyakan putusan hakim tersebut, lantaran hal tersebut dinilai sebagai salah satu langkah untuk menjegal Ahok lantaran akan mengikuti pemimlihan Gubernur tahun 2017 silam.

Setahun berlalu, kini politik akan menemui babak baru yaitu puncak dari pemilhan yakni Pilpres 2019.

Di Pilpres 2019, Ma’ruf Amin yang dianggap memiliki ‘dosa’ pada Ahok membuat pihak lawan optimis Ahoker takkan memilih Jokowi lantaran terpilhnya Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi di 2019 mendatang.

Ma’ruf Amin tampaknya sadar bahwa masih ada Ahoker yang belum move on, mengenai putusan hakim tersebut. Melihat hal ini, Ma’ruf Amin menginginkan pertemuan dengan Ahoker.

Sejumlah wacana telah dirumuskan guna mempertemukan Ahoker dengan Ma’ruf Amin.Hal ini, tentu saja guna menjaga dukungan Ahoker sehingga tidak berpaling dari Jokowi di 2019 mendatang. Pertemuan antara Ahoker dan Ma’ruf Amin bisa menjadi langkah awal dalam permasalahan yang ada dalam kubu pendukung Jokowi.

Ahoker bisa menjadi kekuatan bagi Jokowi untuk tahun 2019 mendatang. Tentu saja, jika kehilangan suara dari Ahoker akan membuat kekuatan kubu Jokowi berkurang.

Sebelumnya, pasangan nomor urut 1, Jokowi-Ma’ruf Amin telah mendapat dukungan resmi dari keluarga besar Gusdurian. Ini menjadi hal positif bagi kubu Petahana, ditengah persaingan mencari dukungan antar kedua kubu.

Prabowo Resmi Diusung Gerindra Ke Pilpres 2019

Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima mandat partainya untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada pertemuan koordinasi nasionalnya di Hambalang, Jawa Barat, pada hari Rabu.

Keputusannya mengakhiri spekulasi mengenai apakah ia mempertimbangkan untuk duduk pemilihan untuk mendukung calon lain dalam pilpres 2019. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan bahwa pemilihan mendatang melihat pertandingan ulang antara mantan komandan Pasukan Khusus Angkatan Darat dan Presiden Joko Widodo.

“Sebagai mandatari partai, sebagai pemegang mandat Anda […] saya menyatakan bahwa saya telah menyerahkan dan memenuhi keputusan Anda,” kata Prabowo dalam video dari pertemuan tertutup yang diberikan oleh seorang politikus Gerindra.

Sebelumnya pada hari itu, pemimpin oposisi menegaskan bahwa ia hanya akan kontes pemilihan jika partai membangun aliansi yang kuat dengan pihak lain.

Tiba di panggung utama pertemuan di atas kuda, dengan alunan lagu kasar dari lagu marching tradisional “The British Grenadiers”, Prabowo memotong sosok yang mengesankan dalam seragam putih merek Gerindra, celana khaki, dan peci fez hitam.

“Dengan segenap tenaga, jiwa dan raga saya, jika Gerindra memerintahkan saya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang akan datang, saya siap untuk melaksanakan tugas itu,” katanya, menurut seorang politikus Gerindra yang hadir, diiringi tepuk tangan dari partai anggota yang hadir, yang pecah dalam teriakan “Prabowo, presiden!”

Namun, Prabowo memotong nyanyian itu dan meminta kesabaran.

“Saya bilang‘ if ’,‘ jika partai itu yang memerintahkan saya, ’” katanya. “Ada satu syarat. Bahkan jika partai memerintahkan saya [untuk menjalankan], saya butuh dukungan dari pihak-pihak yang ramah. ”

Selama beberapa minggu terakhir, Prabowo tampak ragu-ragu apakah akan melawan Presiden Jokowi lagi.

Maksimus Ramses Lalongkoe, direktur eksekutif Institut Analisis Politik Indonesia, mengatakan keraguan Prabowo sebagian besar bersandar pada kurangnya koalisi yang jelas mendukung pencalonannya.

UU Pemilu 2017 menetapkan bahwa partai-partai politik yang berusaha untuk mencalonkan seorang calon presiden diharuskan mengamankan setidaknya 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara rakyat.

Gerindra saat ini hanya memegang 13 persen kursi DPR dan 11,81 persen suara rakyat, yang berarti perlu bergabung dengan partai lain untuk dapat mencalonkan Prabowo atau kandidat potensial lainnya.

Empat partai dengan saham suara signifikan belum secara resmi mendukung kandidat: Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrat (PD).

PAN dan PKS Jadi ‘Teman’ Gerindra

PAN dan PKS telah bekerja sama dengan Gerindra baru-baru ini, terutama selama pemilihan gubernur Jakarta yang diperdebatkan tahun lalu.

Seorang pejabat Gerindra mengatakan bahwa Prabowo mungkin menyatakan pencalonannya di Banyumas, Jawa Tengah, seandainya partai itu mendapat dukungan dari PAN dan PKS.

Namun, PAN tampaknya enggan tentang secara tegas mendukung Prabowo, dengan ketuanya Zulkifli Hasan, yang menghadiri pertemuan Gerindra, mengatakan bahwa partai itu belum membuat keputusan. “Jika PDI-P [Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jokowi] mengundang kami, kami juga akan datang dan berbicara,” katanya seperti dikutip oleh Antara.

Gerindra dan PKS memiliki kursi yang cukup di DPR untuk menominasikan Prabowo, tetapi kemungkinan bahwa Prabowo mencari lebih banyak dukungan untuk menyesuaikan aliansi politik yang jauh lebih besar di belakang Jokowi, yang mendapat dukungan dari lima partai.

Maksimus mengatakan lanskap politik Indonesia yang dinamis berarti bahwa pihak-pihak masih mencari tahu gerakan apa yang mungkin memberi mereka keunggulan.